Di bidang fisika, para ilmuwan Muslim
telah memberikan kontribusi luar biasa untuk kehidupan umat manusia.
Karya-karya mereka, khususnya fisikawan Muslim di zaman keemasan (golden
ages) Islam, banyak memberi inspirasi dan mewarnai karya para ilmuwan
Barat. Berikut akan dijelaskan secara singkat tentang ilmuwan Islam
penyumbang penting perkembangan ilmu pengetahuan dibidang. Diantaranya :
1. Al-Kindi
Dalam
dunia barat dia dikenal dengan nama Al-Kindus. Memang sudah menjadi
semacam adat kebiasaan orang barat pada masa lalu dengan melatinkan
nama-nama orang terkemuka, sehingga kadang-kadang orang tidak mengetahui
apakah orang tersebut muslim atau bukan. Tetapi para sejarawan kita
sendiri maupun barat mengetahui dari buku-buku yang ditinggalkan bahwa
mereka adalah orang Islam, karena karya orisinil mereka dapat diketahui
dalam bentuk tulisan ilmiah mereka sendiri. Ilmuwan Muslim pertama yang
mencurahkan pikirannya untuk mengkaji ilmu optik adalah Abu
Yusuf Yacub Ibnu Ishak Al-Kindi (801 M – 873 M). Hasil kerja kerasnya
mampu menghasilkan pemahaman baru tentang refleksi cahaya serta
prinsip-prinsip persepsi visual. Buah pikir Al-Kindi tentang optik
terekam dalam kitab berjudul De Radiis Stellarum. Buku yang ditulisnya
itu sangat berpengaruh bagi sarjana Barat seperti Robert Grosseteste dan
Roger Bacon.
Teori-teori yang dicetuskan Al-Kindi
tentang ilmu optik telah menjadi hukum-hukum perspektif di era Renaisans
Eropa. Secara lugas, Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang
dilontarkan Aristoteles. Dalam pandangan ilmuwan Yunani itu, penglihatan
merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat.
Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan
yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang
padat.
2. Al-Biruni
Bernama
lengkap Abu Raihan Muhammad ibn Ahmad Al Biruni, ilmuwan besar ini
dilahirkan pada 362 H (15 September 973 – 13 Desember 1048), di desa
Khath yang merupakan ibukota kerajaan Khawarizm, Turkmenistan (kini kota
Kiva, wilayah Uzbekistan). Ia lebih dikenal dengan nama Al Biruni. Nama
“Al Biruni” sendiri berarti ‘asing’, yang dinisbahkan kepada wilayah
tempat tanah kelahirannya, yakni Turkmenistan. Kala itu, wilayah ini
memang dikhususkan menjadi pemukiman bagi orang-orang asing.
Dalam bukunya, Al-Jamahir, Al-Biruni juga
menegaskan, “penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan
tanda-tanda kebijaksanaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam
tersebut kita menyimpulkan eksistensi Allah.” Prinsip ini dipegang teguh
dalam setiap penyelidikannya. Ia tetap kritis dan tidak memutlakkan
metodologi dan hasil penelitiannya.
Prestasi paling menonjol di bidang fisika
ilmuwan Muslim yang pertama kali memperkenalkan permainan catur ke
negeri-negeri Islam ini adalah tentang penghitungan akurat mengenai
timbangan 18 batu. Selain itu, ia juga menemukan konsep bahwa cahaya
lebih cepat dari suara. Dalam kaitan ini, Al-Biruni membantah beberapa
prinsip fisika Aristotelian seperti tentang gerak gravitasi langit,
gerak edar langit, tempat alamiah benda serta masalah kontinuitas dan
diskontinuitas materi dan ruang.
Dalam membantah dalil kontinuitas materi
yang menyatakan, benda dapat terus-menerus dibagi secara tak terhingga,
Al-Biruni menjelaskan bahwa jika dalil itu benar tentu benda yang
bergerak cepat tidak akan pernah menyusul benda yang mendahuluinya,
namun bergerak lambat.
Kenyataannya, urai Al-Biruni, dalam
pengamatan kita, benda yang bergerak cepat dapat menyusul benda yang
mendahuluinya seperti bulan yang mendahului matahari karena gerak bulan
jauh lebih cepat daripada matahari. Lalu Al-Biruni menjelaskan bahwa
alangkah hinanya jika kita menafikan pengamatan atas kenyataan itu.
Sebagai seorang fisikawan, Al-Biruni
memberikan sumbangan penting bagi pengukuran jenis berat (specific
gravity) berbagai zat dengan hasil perhitungan yang cermat dan akurat.
Konsep ini sesuai dengan prinsip dasar yang ia yakini bahwa seluruh
benda tertarik oleh gaya gravitasi bumi.
Teori ini merupakan pintu gerbang menuju
hukum-hukum Newton 500 tahun kemudian. Al Biruni juga mengajukan
hipotesa tentang rotasi bumi di sekeliling sumbunya. Konsep ini lalu
dimatangkan dan diformulasikan oleh Galileo Galilei 600 tahun setelah
wafatnya Al Biruni.
3. Al-Haitham
Fisikawan
ternama ini bernama lengkap Abu Ali Al-Hasan Ibn Al-Hasan (atau
al-Husain) Ibn Al-Haitham. Ia lahir tahun 965 di Basrah (Irak). Namun
namanya mulai masyhur di Mesir, saat pemerintahan Islam dipimpin oleh
Khalifah Al-Hakim (996-1020). Fisikawan Muslim terbesar dan salah satu
pakar optik terbesar sepanjang masa, itu wafat di Kairo sekitar tahun
1039.
Sepanjang hidupnya, Al-Haitham telah
menulis sekitar 70 kitab. Salah satu kitabnya, Al-Manazir, telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dengan tajuk Opticae Thesaurus.
Dalam kitabnya Al-Haitham mengatakan, proses melihat adalah jatuhnya
cahaya ke mata. Bukan karena sorot mata sebagaimana diyakini orang sejak
zaman Aristoteles. Dalam kitab itu ia juga menjelaskan berbagai cara
untuk membuat teropong dan kamera sederhana (kamera obscura).
Kitab tentang optika ini telah
menginspirasi para ilmuwan Barat seperti Roger Bacon dan Johann Kepler.
Tak heran jika Al-Hazen, demikian Barat menyebut nama Al-Haitham,
mendapat gelar ”Bapak Optika Modern”.
Al-Haitham juga dinilai telah memberikan
sumbangan besar bagi kemajuan metode penelitian. Ia telah memulai suatu
tradisi metode ilmiah untuk menguji sebuah hipotesis, 600 tahun
mendahului Rene Descartes yang dianggap Bapak Metode Ilmiah Eropa di
zaman Rennaisance. Metode ilmiah Al-Haitham diawali dari pengamatan
empiris, perumusan masalah, formulasi hipotesis, uji hipotesis dengan
melakukan penelitian, analisis hasil penelitian, interpretasi data dan
formulasi kesimpulan, serta diakhiri dengan publikasi. Selain fisikawan,
Al-Haitham juga dikenal sebagai astronom dan matematikawan. Ia telah
menulis komentar tentang Aristoteles dan Galen.
4. Ibnu Bajjah
Namanya
Abu-Bakr Muhammad Ibnu Yahya Ibnu Al-Sayigh. Tapi ia biasa dipanggil
Ibnu Bajjah yang berarti “anak emas”. Ibnu Bajjah lahir di Saragoza,
Spanyol, pada tahun 1082 dan wafat pada 1138 M. Ia mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti Murabbitun.
”Avempace” sebutan Barat untuk Ibnu Bajjah–antara lain mengembangkan
ilmu fisika, matematika, astronomi, musik, ilmu kedokteran, psikologi,
sastra, dan filsafat.
Sebagaimana Al-Haitham, karya Ibnu Bajjah
dalam bidang fisika banyak mempengaruhi fisikawan Barat abad
pertengahan seperti Galileo Galilei. Ibnu Bajjah menjelaskan tentang
hukum gerakan. Menurutnya, kecepatan sama dengan gaya gerak dikurangi
resistensi materi. Prinsip-prinsip yang dikemukakannya ini menjadi dasar
bagi pengembangan ilmu mekanika modern. Karena itu tidak mengherankan
jika hukum kecepatan yang dikemukakan Galilei sangat mirip dengan yang
dipaparkan Ibnu Bajjah. Karya-karya Ibnu Bajjah mengenai analisis
gerakan juga sangat mempengaruhi pemikiran Thomas Aquinas.
5. Al-Khazini
Abdurrahman
al-Khazini hidup pada abad ke-12 M. Ia adalah ilmuwan yang menemukan
berbagai teori penting dalam sains. Temuan ilmuwan kelahiran Bizantium
ini antara lain: metode ilmiah eksperimental dalam mekanik; perbedaan
daya, masa dan berat; jarak gravitasi; serta energi potensial gravitasi.
Sumbangan penting Al-Khazini dalam bidang
fisika terangkum dalam kitab Mizan al-Hikmah yang ditulisnya pada tahun
1121. Dalam buku ini ia menjelaskan tentang teori keseimbangan
hidrostatika.Teori ini telah mendorong penciptaan peralatan ilmiah. Tak
mengherankan jika Robert E. Hall dalam tulisan bertajuk ”Al-Khazini”
yang dimuat dalam A Dictionary of Scientific Biography Volume VII (1973)
menyebutkan, ”Al-Khazini adalah salah seorang saintis terbesar
sepanjang masa.” Sedangkan editor Dictionary of Scientific
Bibliography, Charles C. Jilispe, menjuluki Al-Khazini sebagai
”Fisikawan terbesar sepanjang sejarah.”
Dalam bukunya, Al-Khazini menerangkan
prinsip keseimbangan hidrostatika dengan tingkat ketelitian obyek sampai
ukuran mikrogram (10?6 gr). Tingkat ketelitian seperti ini, menurut K.
Ajram dalam The Miracle of Islamic Science, baru dapat tercapai pada
abad ke-20 M.
Al-Khazini juga menjelaskan definisi
”berat”. Menurutnya, berat merupakan gaya yang inheren dalam benda-benda
padat yang menyebabkan mereka bergerak dalam satu garis lurus terhadap
pusat bumi (gravitasi) dan terhadap pusat benda itu sendiri. Besaran
gaya ini tergantung dari kerapatan benda.
Ia juga menerangkan pengaruh suhu
(temperatur) terhadap kerapatan benda. Hal ini ia lakukan sebelum Roger
Bacon menemukan dan membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air
saat ia berada dekat pusat bumi.
Sebagaimana para ilmuwan Muslim lainnya
yang hidup di era keemasan Islam, Al-Khazini merupakan ilmuwan
multidisiplin. Selain pakar fisika, ia juga ahli di bidang biologi,
kimia, matematika, astronomi, dan filsafat.
Al-Khazini, dan para ilmuwan Muslim
lainnya, telah melahirkan ilmu gravitasi yang kemudian berkembang di
Eropa. Al-Khazini juga telah berjasa meletakkan fondasi bagi
pengembangan mekanika klasik di era Renaisans Eropa. Inilah salah satu
bukti betapa para ilmuwan Muslim telah memberi kontribusi yang luar
biasa bagi peradaban dunia.
6. Al-Farisi
Kamal
al-Din Abu’l-Hasan Muhammad Al-Farisi lahir di Tabriz, Persia
(sekarang Iran) pada tahun 1267 dan wafat pada 1319 M. Al-Farisi
terkenal dengan kontribusinya tentang optik. Dalam bidang optik, ia
berhasil merevisi teori pembiasan cahaya yang dicetuskan para ahli
fisika sebelumnya. Al-Farisi membedah dan merevisi teori pembiasan
cahaya yang telah ditulis oleh Al-Haitham. Hasil revisi itu ia tulis
dalam kitab Tanqih al-Manazir (Revisi tentang Optik).
Menurut Al-Farisi, tidak semua teori
optik yang dikemukakan Al-Haitham benar. Karena itulah ia berusaha
memperbaiki kelemahan dan menyempurnakan teori Al-Haitham. Tak cuma itu,
teori Al-Haitham soal pelangi juga ia perbaiki. Bahkan Al-Farisi mampu
menggabungkan teori Al-Haitham ini dengan teori pelangi dari Ibnu Sina.
Para ahli sebelum al-Farisi berpendapat bahwa warna merupakan hasil
sebuah pencampuran antara gelap dengan terang. Secara khusus, ia pun
melakukan penelitian yang mendalam soal warna. Ia melakukan penelitian
dengan lapisan/bola transparan. Hasilnya, al-Farisi mencetuskan bahwa
warna-warna terjadi karena superimposition perbedaan bentuk gambar dalam latar belakang gelap.
“Jika gambar kemudian menembus di dalam,
cahaya diperkuat lagi dan memproduksi sebuah warna kuning bercahaya.
Selanjutnya mencampur gambar yang dikurangi dan kemudian sebuah warna
gelap dan merah gelap sampai hilang ketika matahari berada di luar
kerucut pembiasan sinar setelh satu kali pemantulan,” ungkap al-Farisi.
Penelitiannya itu juga berkaitan dengan dasar investigasi teori dalam dioptika yang disebut al-Kura al-muhriqa
yang sebelumnya juga telah dilakukan oleh ahli optik Muslim terdahulu
yakni, Ibnu Sahl (1000 M) dan Ibnu al-Haytham (1041 M). Dalam Kitab Tanqih al-Manazir
, al-Farisi menggunakan bejana kaca besar yang bersih dalam bentuk
sebuah bola, yang diisi dengan air, untuk mendapatkan percobaan model
skala besar tentang tetes air hujan.
Dia kemudian menempatkan model ini dengan
sebuah kamera obscura yang berfungsi untuk mengontrol lubang bidik
kamera untuk pengenalan cahaya. Dia memproyeksikan cahaya ke dalam
bentuk bola dan akhirnya dikurangi dengan beberapa percobaan dan
penelitian yang mendetail untuk pemantulan dan pembiasan cahaya bahwa
warna pelangi adalah sebuah fenomena dekomposisi cahaya.
Hasil penelitiannya itu hampir sama
dengan Theodoric of Freiberg. Keduanya berpijak pada teori yang
diwariskan Ibnu Haytham serta penelitian Descartes dan Newton dalam
dioptika (contohnya, Newton melakukan sebuah penelitian serupa di
Trinity College, dengan menggunakan sebuah prisma agak sedikit berbentuk
bola).
Al-Farisi mampu menjelaskan fenomena alam ini dengan menggunakan matematika. Inilah salah satu karya fenomenalnya.
7. Taqi al-Din
Selain
dikenal sebagai pakar fisika, Taqi al-Din Muhammad ibnu Ma’ruf al-
Shami al-Asadi (1526-1585 M) adalah pakar matematika, pakar botani,
astronom, astrolog, dan ahli teknik. Taqi al-Din juga teolog, filsuf,
ahli hewan, ahli obat-obatan, hakim, guru, dan imam masjid. Sebagai ahli
teknik, ia misalnya membuat jam dinding dan jam tangan.
Taqi al-Din menulis sekitar 90 kitab.
Salah satunya bertajuk Al-Turuq al-Samiyya fi al-Alat al-Ruhaniyya.
Kitab yang ditulis pada 1551 ini menjelaskan kerja mesin dan turbin uap
air. Karya ini mendahului penemuan Giovanni Branca (1629) tentang mesin
uap air. Kitab-kitab lainnya antara lain menerangkan tentang optik,
matematika, mekanika, astronomi, dan astrologi.
Borgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
BalasHapusCompare reviews, photos and ratings of Borgata Hotel Casino 보령 출장마사지 & Spa in Atlantic 경산 출장마사지 City, NJ. Borgata 충청북도 출장마사지 Hotel Casino & Spa, Atlantic City: Luxury hotel with 용인 출장마사지 1,100 rooms. Rating: 4 · 25 당진 출장안마 reviews